BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Profesi guru pada saat ini masih banyak
dibicarakan orang tua, atau masih saja dipertanyakan orang, baik di kalangan
para pakar pendidikan maupun di luar pakar pendidikan. Bahkan selama dasawarsa
tetakhir ini hampir setiap hari, media massa khususnya media cetak baik harian
maupun mingguan memuat tentang guru. Ironisnya berita-berita tersebut banyak
yang cenderung melecehkan posisi guru, baik yang sifatnya menyangkut kepentingan
umum sampai kepada hal-hal yang sifatnya sangat pribadi, sedangkan dari pihak
guru sendiri nyaris tak mampu membela diri.
Masyarakat maupun orang tua murid kadang-kadang
mencemoohkan dan menuding guru tidak kompeten, tidak berkualitas dan sebagainya
manakala putra/ putrinya tidak bisa menyelesaikan persoalan yang ia hadapinya
sendiri atau memiliki kamampuan tidak sesuai dengan keinginannya.
Sikap dan prilaku masyarakat memang bukan tanpa
alasan, karena memang ada sebagian kecil oknum guru yang melanggar/ menyimpang
dari kode etiknya. Anehnya lagi kasalahan sekecil apapun yang diperbuat guru
mengundang reaksi yang begitu hebat di masyarakat. Hal ini dapat dimaklumi
karena dengan adanya sikap demikian menunjukkan bahwa memang guru seyogianya
menjadi panutan bagi masyarakat di sekitarnya.
Lebih dari sekedar panutan, hal ini pun
menunjukkan bahwa guru sampai saat ini masih dianggap eksis, sebab sampai kapan
pun posisi/ peran guru tidak akan bisa digantikan sekalipun dengan mesin
canggih. Karena tugas guru menyangkut pembinaan sifat mental manusia yang
menyangkut aspek-aspek yang bersifat manusiawi yang unik dalam arti berbeda
antara satu dengan yang lainnya.
B. Pokok Bahasan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam
makalah ini akan dibahas tentang Dasar dan Sumber Etika Profesi Keguruan secara
mendalam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kode Etik
Etika (ethic)
bermakna sekumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, tata cara
(adat, sopan santun) nilai mengenai benar dan salah tentang hak dan kewajiban
yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat. Secara bahasa etika adalah
suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana
yang dapat dinilai baik dan mana yang jahat.[1]
Kode
etik guru adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru
Indonesia sebagai pedoman sikap dan prilaku dalam melaksanakan tugas profesi
sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara.[2]
Pedoman sikap dan prilaku ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan prilaku
guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama
menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengavaluasi peserta didik, serta sikap
pergaulan sehari-hari di dalam dan luar sekolah.
Oleh
karena itu, kode etik guru Indonesia dirumuskan sebagai himpunan norma dan
nilai-nilai profesi guru yang tersusun secara sistematis dalam suatu sistem yang
bulat. Fungsinya adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku dalam
menunaikan pengabdiannya serta berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma
moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam
hubungannya dengan peserta didik, orangtua/ wali murid, sekolah dan rekan
seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama,
pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaaan.
Kode
etik harus menjabarkan secara eksplisit batas-batas wewenang dalam melaksanakan
tugasnya sehingga prilakunya tidak berbaur dengan prilaku khususnya yang
seharusnya dilakukan oleh profesi lain, disertai dengan prilaku marginal yang
masih layak dilakukan oleh profesi tersebut.
Etika,
pada hakikatnya merupakan dasar pertimbangan
dalam pembuatan keputusan tentang moral manusia dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara umum etika dapat diartikan
sebagai suatu disiplin filosofis yang sangat diperlukan dalam interaksi sesama manusia dalam memilih dan memutuskan
pola-pola perilaku yang sebaikbaiknya berdasarkan timbangan moral-moral yang berlaku. Dengan adanya etika,
manusia dapat memilih dan memutuskan
perilaku yang paling baik sesuai dengan norma-norma moral yang berlaku. Dengan demikian akan terciptanya suatu
pola-pola hubungan antar manusia yang baik dan harmonis, seperti saling menghormati, saling menghargai, tolong
menolong, dan sebagainya.
Sebagai
acuan pilihan perilaku, etika bersumber pada norma-norma moral yang berlaku. Sumber yang paling mendasar adalah agama
sebagai sumber keyakinan yang paling
asasi, filsafat hidup (di negara kita adalah Pancasila), budaya masyarakat,
disiplin keilmuan dan profesi. Dalam dunia pekerjaan, etika sangat diperlukan sebagai landasan perilaku kerja para
guru dan tenaga kependidikan lainnya. Dengan etika kerja itu, maka suasana dan kualitas kerja dapat diwujudkan
sehingga menghasilkan kualitas pribadi dan kinerja yang efektif, efisien, dan
produktif.
Etika
kerja lazimnya dirumuskan atas kesepakatan para pendukung pekerjaan itu dengan mengacu pada sumber-sumber dasar
nilai dan moral tersebut di atas. Rumusan
etika kerja yang disepakati bersama itu disebut kode etik. Kode
etik akan menjadi rujukan untuk mewujudkan
perilaku etika dalam melakukan tugas-tugas pekerjaan. Dengan kode etik itu pula perilaku etika para pekerja akan
dikontrol., dinilai, diperbaiki, dan dikembangkan.Semua anggota harus
menghormati, menghayati, dan mengamalkan
isi dari semua kode etik yang telah disepakati bersama. Dengan demikian akan terciptanya suasana yang harmonis dan semua
anggota akan merasakan adanya perlindungan
dan rasa aman dalam melakukan tugas-tugasnya.
Secara
umum, kode etik ini diperlukan dengan beberapa alasan, antara lain:
1.
Untuk
melindungi pekerjaan sesuai dengan ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan berdasarkan perundang-undangan
yang berlaku.
2.
Untuk
mengontrol terjadinya ketidakpuasan dan persengketaan dari para pelaksana, sehingga dapat menjaga dan meningkatkan
stabilitas internal dan eksternal pekerjaan.
3.
Melindungi para
praktisi di masyarakat, terutama dalam hal adanya kasus-kasus penyimpangan tindakan.
4.
Melindungi
anggota masyarakat dari praktek-praktek yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
Karena kode
etik itu merupakan suatu kesepakatan bersama dari para anggota suatu profesi,
maka kode etik ini ditetapkan oleh organisasi yang mendapat persetujuan dan
kesepakatan dari para anggotanya. Khusus mengenai kode etik guru. di
Indonesia, PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) telah menetapkan
kode etik guru sebagai salah satu kelengkapan
organisasi sebagaimana
tertuang dalam Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga PGRI.
Berikut ini beberapa pengertian tentang
etika profesi, diantaranya yaitu :
1.
Merupakan hasil pengaturan diri profesi yang bersangkutan
dan ini perwujudan moral yang hakiki, yang tidak dapat dipaksakan dari luar.
2.
Dapat berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan
nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri.
3.
Merupakan rumusan norma moral manusia yang mengemban
profesi itu.
4.
Tolak ukur perbuatan anggota kelompok profesi.
5.
Merupakan upaya pencegahan berbuat yang tidak etis bagi
anggotanya
Di Indonesia, untuk menjadi guru diatur
beberapa persyaratan, yakni berijazah, sehat jasmani dan rohani, takwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berkepribadian luhur, bertanggung jawab, dan berjiwa
nasionalis, sebagaimana dicantumkan dalam UU Negara RI Nomor 14 Tahun 2005.
Dalam mewujudkan kode etik guru khususnya di Indonesia, perlu diperhatiakan
sejumlah faktor yang hingga saat ini masih dirasakan sebagai kendala. Faktor-faktor tersebut itu adalah:
1.
Kualitas
pribadi guru
2.
Pendidikan
guru
3.
Sarana
dan prasarana pendidikan
4.
Sistem
pendidikan
5.
Kedudukan,
karier, dan kesejahteraan guru
6.
Kebijakan
pemerintah[3]
B.
Isi Kode
Etik Guru Indonesia
Interpretasi tentang kode etik belum
memiliki pengertian
yang sama. Berikut ini disajikan beberapa pengertian kode etik.
1.
Undang-undang
Nomor 8 tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Pasal 28 menyatakan bahwa "Pegawai
Negeri Sipil
mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku perbuatan di dalam
dan di luar kedinasan". Dalam Penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan dengan adanya Kode Etik ini, Pegawai
Negeri Sipil sebagai aparatur negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku,
dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya
dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula
prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggungjawab pegawai
negeri. Dari uraian ini dapat kita simpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman
sikap, tingkah laku, dan perbua tan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup
sehari- hari. Selanjutnya diadakan perubahan oleh UU Nomor 43 tahun 1999.
2.
Kongres PGRI ke XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan
bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah
laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiaan bekerja sebagai
guru (PGRI, 1973). Dari pendapat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
Kode Etik Guru Indonesia terdapat
dua unsur pokok yakni: (1) sebagai landasan moral, dan (2) sebagai pedoman tingkah laku.
3.
Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD), Pasal 43, dikemukakan
sebagai berikut: (1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan, dan martabat
guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk
kode etik; (2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan
etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Dari beberapa
pengertian tentang kode etik di atas, menunjukkan bahwa kode etik suatu profesi
merupakan normanorma yang harus diindahkan dan diamalkan oleh setiap anggotanya
dalam pelaksanaan tugas dan pergaulan hidup seharihari di masyarakat.
Norma-norma tersebut berisi petunjukpetunjuk bagaimana mereka melaksanakan
profesinya, dan larangan-larangan, tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan,
tidak saja dalam menjalankan tugas profesi, tetapi dalam pergaulan hidup
sehari- hari di dalam masyarakat.
Guru sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing dan mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah (UU Nomor 14 Tahun 2005). Dilihat dari segi tugas dan
tanggung jawab, maka pada hakekatnya tugas dan tanggung jawab yang diembannya
adalah perwujudan dari amanah Allah swt., amanah orang tua, bahkan amanah dari
masyarakat dan pemerintah. Dengan demikian, amanah yang diamanatkan kepadanya
mutlak harus dipertanggungjawabkan seperti yang diuraikan dalam al-Qur’an Surah al-Nisa,
QS. Al-Nisa/4:58
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ [4]
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha Melihat.[5]
Untuk memenuhi amanah tersebut maka sorang
guru harus memiliki etika atau kode etik sebagai berikut: 1) Ilmu, seorang guru
harus memilki ilmu yang memadai, guru pun harus memilki ijazah sebagai bukti
bahwa ia telah memiliki ilmu pengetahuan dan kesanggupan dalam mengajar dan
mendidik peserta didik. 2)
Sehat jasmani, kesehatan jasmanai kerap kali menjadi persyaratan bagi mereka
yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang berpenyakit apalagi jika menular
sangat membahayakan kesehatan peserta didik, di samping itu guru yang
berpenyakit tidak bergairah mengajar. 3) Berkelakuan baik. Budi pekerti guru
sangat penting dalam pendidikan akhlak peserta didik. Guru yang menjadi teladan
bagi peserta didiknya karena anak-anak bersifat suka meniru. Di antara tujuan
pendidikan adalah membentuk akhlak mulia pada pribadi peserta didik dan hal ini
hanya dapat dilakukan jika guru tersebut juga memiliki akhlak yang baik.[6]
Guru
sebagai abdi Negara memiliki kode etik sebagai norma-norma yan harus
dilaksanakan dan emban sepenuh hati.
Soetjipton
dalam Abd.Rahman Getteng menguraikan bahwa kode etik guru Indonesia merupakan
landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan
panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru.[7]
Guru Indonesia menyadari
bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa
dan Negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa
Pancasila dan setia pada Undang-Undang Dasar 1945 turut bertanggung jawab atas
terwujudnya cita-cita proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu
Gur Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan mempedomani
dasar-dasar berikut:
1.
Guru
berbagkti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan
yang ber-Pancasila.
2.
Guru
memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan anak didik masing-masing.
3.
Guru
mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik,
tetapi menghindari diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
4.
Guru
menciptakan suasana kehidupansekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua
murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
5.
Guru
memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolah maupun masyarakat
yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
6.
Guru
secara sendiri-sendiri dan atau bersama-bersama berusaha mengembangkan dan
meningkatkan mutu profesinya.
7.
Guru
menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan
lingkungan kerja maupun dalam hubunga n keseluruhan.
8.
Guru
secara bersama-bersama memelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi
guru profesional sebagai sarana pengabdiannya.
9.
Guru
melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang
pendidikan.
C.
Tujuan
Kode Etik
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode
etik dalam suatu
profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi.profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode
etik adalah sebagai berikut:
1.
Menjunjung
tinggi martabat profesi
Kode etik dapat menjaga pandangan dan
kesan pihak luar atau
masyarakat, agar mereka tidak memandang rendah terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh karena itu, setiap kode etik suatu
profesi akan melarang berbagai bentuk
tindak-tanduk atau kelakuan anggotanya yang dapat mencemarkan nama baik profesi.
2.
Menjaga
dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
Kesejahteraan mencakup lahir (atau
material) maupun batin
(spiritual, emosional, dan mental). Kode etik umumnya memuat larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan
yang merugikan kesejahteraan para anggotanya.
Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorarium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya,
sehingga siapa saja yang mengadakan
tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan seprofesi. Dalam hal
kesejahteraan batin,
kode etik umumnya memberi petunjukpetunjuk kepada anggotanya untuk melaksanakan profesinya.
3.
Pedoman berprilaku
Kode etik
mengandung peraturan yang membatasi tingkah laku yang tidak pantas dan tidak jujur bagi para
anggota prof'esi
dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.
4.
Meningkatkan
pengabdian para anggota profesi
Kode etik
berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para
anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggungjawab
pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode
etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang
perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya
5.
Meningkatkan
mutu profesi
Kode etik memuat norma norma dan anjuran
agar para anggota
profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
6.
Meningkatkan
mutu organisasi profesi.[8]
Kode etik mewajibkan setiap anggotanya
untuk aktif berpartisipasi
dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
D.
Prinsip-Prinsip
Etika Profesi
Adapun
prinsip-prinsip etika profesi sebagai berikut:
1.
Tanggung
jawab. Terdapat dua tanggung jawab yang diemban yakni : terhadap pelaksanaan
pekerjaan tersebut dan terhadap hasilnya terhadap dampak dari profesi tersebut
untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
2.
Keadilan.
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi
haknya.
3.
Otonomi.
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan diberi kebebasan
dalam menjalankan profesinya.
E.
Penerapan
Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi
profesi yang berlaku dan mengikat anggotanya. Penetapan kode etik dilakukan
pada suatu kongres organisasi profesi. Guru dan organisasi guru berkewajiban
mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia kepada rekan sejawat penyelenggara
pendidikan, masyarakat dan pemerintah.
F.
Sanksi
Pelanggaran Kode Etik
Adanya kode etik menandakan bahwa organisasi profesi sudah
mantap. Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia akan dikenakan sanksi
sesuai denga ketentuan peraturan yang berlaku. Jenis pelanggaran meliputi
pelanggaran ringan, sedang, dan berat. Sanksi bagi pelanggar kode etik adalah
sanksi moral (dicela, dikucilkan), sedangkan bagi pelanggaran berat dapat
dikeluarkan dari organisasi.
Setiap pelanggar dapat melakukan pembelaan diri dengan /
atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/ atau penasihat hukum sesuai
dengan jenis pelanggaran yanh dilakukan di hadapan Dewan Kehormatan Guru
Indonesia.
G.
Guru
Sebagai Tenaga Profesional
Mengingat tugas dan tanggung
jawab guru yang begitu kompleksnya, maka profesi ini memerlukan persyaratan
khusus antara lain sebagai berikut:
1.
Menuntut
adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang
mendalam.
2.
Menekankan
pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3.
Menuntut
adanya tingkat pendidikan keguruan yang
memadai.
4.
Adanya
kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
5.
Memungkinkan
perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
6.
Memiliki
kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
7.
Memiliki
klien/ objek layanan yang tetap, seperti dokter dan pasiennya, guru dengan muridnya.
8.
Diakui
oleh masyarakat karena memang dip[erlukan jasanya di masyarakat.[9]
H.
Etos
Kerja Guru
Sebenarnya kata "etos"
bersumber dari pengertian yang sama
dengan etika, yaitu sumber-sumber nilai yang dijadikan rujukan dalam
pemilihan dan keputusan perilaku. Etos kerja lebih merujuk kepada
kualitas kepribadian yang tercermin melalui. Unjuk kerja secara utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya.
Dengan
demikian etos kerja lebih merupakan kondisi internal yang mendorong dan
mengendalikan perilaku ke arah terwujudnya kualitas kerja yang ideal. Kualitas
unjuk kerja dan hasil
kerja banyak ditentukan oleh kualitas etos kerja ini. Sebagai suatu kondisi
internal, etos kerja mengandung beberapa unsur antara lain: (1) disiplin kerja (2) sikap terhadap
pekerjaan, (3) kebiasaan-kebiasaan
bekerja. Dengan disiplin kerja, seorang pekerja akan selalu bekerja dalam pola-pola yang konsisten
untuk melakukan
dengan baik sesuai dengan tuntutan dan kesanggupannya.
Disiplin yang dimaksud di sini adalah
bukan disiplin yang mati
dan pasif, akan tetapi disiplin yang hidup dan aktif yang didasari dengan penuh
pemahaman, pengertian, dan keikhlasan. Sikap terhadap pekerjaan merupakan landasan yang paling berperan, karena sikap
mendasari arah dan intensitas unjuk kerja. Perwujudan unjuk kerja yang baik, didasari oleh sikap dasar
yang positif dan wajar terhadap pekerjaannya. Mencintai pekerjaan sendiri.
adalah salah satu contoh sikap terhadap pekerjaan. Demikian pula
keinginan untuk senantiasa mengembangkan kualitas pekerjaan dan unjuk kerja merupakan refleksi sikap terhadap pekerjaan.
Orientasi kerja, juga termasuk ke dalam unsur sikap seperti
orientasi terhadap hasil tambah, orientasi terhadap pengembangan diri, orientasi terhadap pengabdian
pada masyarakat.
Kebiasaan kerja, merupakan pola-pola perilaku kerja yang ditunjukkan oleh
pekerja secara konsisten. Beberapa unsur kebiasaan kerja antara lain: kebiasaan mengatur waktu,
kebiasaan pengembangan
diri, disiplin kerja, kebiasaan hubungan antar manusia, kebiasaan bekerja keras.
Dengan demikian, etos kerja merupakan
tuntutan internal untuk
berperilaku etis dalam mewujudkan unjuk kerja yang baik dan produktif. Dengan
etos kerja yang baik dan kuat sangat diharapkan seseorang pekerja akan senantiasa melakukan pekerjaannya secara
efektif dan produktif dalam kondisi pribadi yang sehat dan berkembang. Perwujudan unjuk kerja ini bersumber pada
kualitas kompetensi aspek kepribadian yang mencakup aspek religi, intelektual, sosial, pribadi, fisik,
moral, Hal
itu dapat berarti bahwa mereka yang dipandang memiliki etos kerja yang tinggi
dan kuat akan memiliki keunggulan.
[1]Urhanuddin Salam, M. M, Etika
Individual Pola Dasar Filsafat, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997),h.3
[2]Jamil Suprihatiningrum, Guru
Profesional Pedoman Kinerja, Kualifikasi, dan Kompetensi Guru, (Cet.I,
Jogjakrta: Ar-Ruzz Media, 2013), h.82
[3]Dahlia Azza,
Kode Etik Profesi Keguruan, Online. Situs: http://dahlia07.blogspot.com/2013/05/kode-etik-profesi-keguruan.html diakses 24
April 2015
[4]Al-Qur’an
al-Karim
[5]Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Cet III; Jakarta: Penyelenggara
Kitab Suci, 1985), h.
[6]ABD. Rahman
Getteng, Menuju Guru Profesional dan
Beretika (Cet. 9; Yogyakarta: Grha Guru, 2014), h.56.
[7]Abd.Rahman
Getteng, Menuju Guru Profesional dan Ber-Etika, (Cet.II, Depok: Graha
Guru, 2009), h.66
[8]Jamil Suprihatiningrum, Guru
Profesional Pedoman Kinerja, Kualifikasi, dan Kompetensi Guru, h. 91
[9]Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru
Profesional, (Cet.XXV, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h.15
Komentar
Posting Komentar